Minggu, 31 Juli 2011

Ribuan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Tak Dilaporkan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (Komnas Perempuan dan Anak) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengakomodir kepentingan perempuan dan anak dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Bantuan Hukum. "Dalam RUU Bantuan Hukum itu perempuan dan anak mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum," kata Ninik Rahayu, komisioner Komnas Perempuan dan Anak di Jakarta, Sabtu, 30 Juli 2011.



Berdasarkan catatan Komisi, pada 2010 angka kekerasan terhadap perempuan mencapai 105.103 kasus. Dari jumlah itu, lebih dari 96 persen atau 101.128 kasus terjadi dalam relasi personal, sebanyak 3 persen atau 3.530 kasus di ranah publik, dan 445 kasus di ranah negara. Dari total jumlah kasus itu, hanya sedikit yang dilaporkan. Padahal, besar kemungkinan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak itu justru lebih besar dalam kehidupan sehari-hari yang tak terlaporkan.

Tingginya jumlah kasus tak sebanding dengan jumlah advokad di Indonesia yang hanya berjumlah 20 ribu orang. Apalagi para advokat sebagian besar berdomisili di wilayah perkotaan. Di sisi lain, kasus kekerasan juga banyak dialami perempuan-perempuan di pedesaan. Dengan demikian akses bantuan hukum terhadap perempuan semakin sempit. Apalagi pengetahuan hukum mereka juga sangat minim dan dengan latar belakang ekonomi terbatas.

RUU Bantuan Hukum, menurut Ninik, juga menguatkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Di situ ditegaskan, setiap warga negara yang tersangka perkara hukum berhak mendapat bantuan hukum, di mana negara lah yang menanggung biaya mencari peradilan. "RUU itu menguatkan SEMA untuk membangun jaminan hukum nasional," kata dia.

Komnas Perempuan dan Anak setidaknya mengusulkan enam poin yang harus diakomodir dalam pembahasan RUU Bantuan Hukum. Yaitu, RUU menjadi prioritas pembahasa dewan, RUU memastikan penerima bantuan hukum tidak terbatas memberi perhatian khusus kepada orang miskin namun juga terhadap perempuan-anak-pekerja migran, RUU harus mengintegrasikan perspektif perlindungan terhadap korban dan saksi, dan RUU harus memperkuat kelompok-kelompok yang saat ini telah memperkuat bantuan hukum-ormas-kelompok-mahasiswa-pekerja.

MUHAMMAD TAUFIK
sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/07/30/brk,20110730-349183,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar