Senin, 08 Maret 2010

Kekerasan Meningkat Korban Cenderung Berusia Muda

Jakarta, Kompas - Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat tajam. Pada 2009, kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani naik 263 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 54.425 kasus menjadi 143.586 kasus.


Pola kekerasan yang cukup menonjol adalah kekerasan psikis dan seksual yang terjadi di ranah keluarga/relasi personal, komunitas, dan negara. Yang memprihatinkan, korban dalam kasus kekerasan terhadap perempuan itu kini cenderung lebih muda, termasuk dalam usia anak, yakni berumur 13-18 tahun.

Demikian fakta-fakta yang terungkap dari catatan tahunan tentang kekerasan terhadap perempuan tahun 2009 yang diluncurkan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan, di Jakarta, Minggu (7/3).

Catatan tahunan Komnas Perempuan itu mengambil tema ”Tak Hanya di Rumah: Pengalaman Perempuan Akan Kekerasan di Pusaran Relasi Kekuasaan yang Timpang”.

Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komnas Perempuan, mengatakan, meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan sangat memprihatinkan.

Namun, fakta peningkatan jumlah kasus yang terungkap itu menunjukkan bahwa perempuan korban kekerasan semakin berani melaporkan kasusnya.

Perda diskriminatif

Komnas Perempuan, kata Yuniyanti, juga menyoroti keberadaan peraturan-peraturan daerah diskriminatif, terutama yang terkait dengan isu moralitas dan seksualitas.

Hingga akhir tahun lalu, belum ada indikasi pembatalan atau peninjauan ulang atas perda bermasalah tersebut. Sebaliknya, muncul kembali 13 perda dan 11 rancangan perda yang diskriminatif terhadap perempuan.

”Banyak daerah yang mulai menduplikasi aturan diskriminatif itu. Untuk mengatasi ini, supremasi negara harus mulai dimunculkan. Semangat pluralisme dan perlindungan pada minoritas mesti dikedepankan,” ujar Yuniyanti.

Arimbi Heroepoetri, Ketua Subkomisi Pemantauan, menjelaskan, bentuk dan pola kekerasan terhadap perempuan muncul, antara lain, melalui pengerdilan hak politik dan kelembagaan perempuan.

Kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen belum terpenuhi, sementara isu penghapusan institusi yang memiliki wewenang mengenai penegakan dan pemenuhan hak asasi perempuan merebak.

Kekerasan yang dialami perempuan pekerja migran masih terus terjadi. Hampir 30 tahun pengiriman pekerja migran, upaya perlindungan belum terlihat sistemik.

Dalam kaitan dengan perempuan pekerja migran yang jumlahnya 70-80 persen dari tenaga kerja indonesia, seharusnya kebijakannya mengacu pada pemenuhan hak-hak spesifik perempuan. Kebijakan yang ada cenderung netral jender, baik dari proses pemberangkatan, penempatan, maupun pemulangan.

Kekerasan lain pada perempuan adalah akibat perkawinan tidak dicatatkan. Perlindungan perempuan dalam perkawinan sah pun mesti diselaraskan dengan upaya pemerintah meniadakan hambatan-hambatan terjadinya perkawinan yang diakui negara. (ELN)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/08/02562218/kekerasan.meningkat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar