Kamis, 31 Desember 2009

Pendidikan Alternatif pelajar putri



Bidang ipmawati hadir dari kebutuhan kita bersama untuk menggapai keadilan dan kesetaraan dalam tubuh ikatan pelajar muhammadiyah, pendidikan alternatif pelajar putri yang berlangsung dari tanggal 29 sampai tanggal 31 desember 2009 di wonosobo yang diadakan oleh pimpinan wilayah ikatan pelajar muhammadiyah jawa tengah.

Pendidikan alternatif ini mempunyai tujuan untuk memetakankan persoalan kader perempuan dan merumuskan isu strategis yang ingin di capai oleh PW IPM jawa tengah khususnya bidang ipmawati, selama proses pendidikan berlangsung banyak perdebatan intelektual yang terjadi menggambarkan kedinamisan berfikir kader ipmawati semakin berkembang melaju dengan pekembangan zaman.

Ada hal yang penting dalam memahami keadilan gender bukanlah pergantian peran namun adanya nilai-nilai yang sama yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki, menghilangkan kebiasaan mengusai dan dikuasai tapi lebih menekankan adanya kesamaan dan kebersamaan untuk memahai nilai-nilai yang ada dalam ikatan pelajar muhammadiyah.

Rabu, 23 Desember 2009

Membicarakan Laki-Laki Baru



Gadis Arivia, pendiri Jurnal Perempuan, memberikan apresiasi kepada dua laki-laki yang duduk di sampingnya. Yang pertama adalah Nur Achmad, dari organisasi perempuan Rahima. Dan yang kedua adalah Eko Bambang Subiyantoro, kontributor dan sahabat Jurnal Perempuan. Gadis menyebut mereka sebagai “laki-laki baru”. Yang dimaksud laki-laki baru adalah laki-laki feminis; laki-laki yang memperjuangkan kesetaraan gender. Hal ini dinyatakan pada acara peluncuran Jurnal Perempuan Edisi 64 berjudul “Saatnya Bicara Soal Laki-Laki”.

Nur dan Eko, merupakan dua dari beberapa orang yang berkontribusi di Jurnal Perempuan Edisi 64. Sebagaimana yang ditulis dalam jurnal, mereka memaparkan alasan dan tujuan mereka menjadi laki-laki feminis.

Bagi Nur, perempuan merupakan saudara kandung laki-laki. Sayang, masyarakat pada umumnya memisahkan permasalahan perempuan dan laki-laki secara masing-masing, tidak bekerjasama. Sehingga, ketidakadilan yang lebih banyak dialami perempuan, terjadi. Nur yang terlibat dalam organisasi berbasis agama Islam, menilai bahwa agama dengan dalil dan teks yang disalahgunakan berperan besar terhadap kenyataan itu. Padahal jika Islam dipahami secara esensi, bukan “kulitnya”, Islam sangat menghormati perempuan, dan mendukung kesetaraan.

Sedangkan Eko lebih menekankan internal dirinya dan laki-laki secara umum yang tak lepas dari stereotip masyarakat. Di masyarakat laki-laki adalah makhluk yang kuat berotot, rasional, tak boleh nangis, pemimpin, bekerja mencari nafkah dan tak boleh melakukan perawatan tubuh. Stereotip itu telah menjauhkan laki-laki dari kemanusiaan. Yang utama, laki-laki cenderung menggunakan cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

Pemaparan Nur dan Eko menarik sejumlah peserta yang hadir. Di antaranya Ahmad Sarkawi dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Ia gelisah terhadap minimnya gerakan gender pada generasi muda, khususnya pelajar, di level akar rumput. Gerakan gender masih elitis, sehingga kalah dengan proses kaderasi “Tentara Allah” di sekolah-sekolah daerah. Menurut kedua pembicara, sebetulnya gerakan di akar rumput sudah dilakukan, hanya saja kurangnya keterlibatan aktivis di daerah membuat perjuangan kesetaraan tak luas terasa.

Acara semakin menarik, karena menyertai pembacaan puisi secara nyentrik oleh budayawan, Hudan Hidayat. “Selamat menjadi laki-laki baru. Kami, perempuan, mendukung dan mendoakan perjuangan kalian,” ucap Gadis menutup diskusi.

sumber : Usep Hasan Sadikin http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/membicarakan_laki_laki_baru/

Jumat, 11 Desember 2009

kader Perempuan pasca KONPIWIL

oleh : ketua Bidang Ipmawati
pasca konpiwil Ikatan pelajar muhammadiyah, yang berlangsung di mataram pada tanggal dua sampai enam desember dua ribu sembilan. banyak catatan menjadi kita semua proses dari pembelajaran yang kita lewati dari arena konpiwil, ketua bidang Ipmawati berjenis kelamin laki-laki menjadi polemik. namun tidak ada alasan yang rasional hanya karena alasan kebiasaan kemudian kita mengorbankan rasionalitas kita, kedinamisan berfikir tidak menjadi ruh dalam pergerakan.

gerakan kritis transformatif yang kita dengungkan sudah beberapa kali dalam dekade sejarah terlewat begitu saja tidak pernah menjadi reffrensi kita berfikir. ada tiga hal yang haru di miliki bagi seorang kader dalam konsep gerakan kritis transformatif
1. seoarang kader harus respon dan peka terhadap realitas sosial di sekelilingnya
2. seoarang kader harus peduli terhadap persoalan-persoalan sosial khususnya persoalaan pelajar.
3. seorang kader harus melakukan aksi nyata dalam merespon dan sebagai bentuk dari kepedulian terhadap realitas sosial.

ketiga hal tersebut harus kita pahami sehingga itu menjadi paradigma kader kita semua, banyak persoalan sosial yang ada di sekeliling kita tak pernah kita tahu karena kita tidak memahami GKT sehingga membuat kita tidak respon, peka dan peduli apalagi untuk melakukan aksi nyata. sebuah refleksi kita bersama sebagai organisasi pelajar yang mengakunya sebuah gerakan kritis transformatif, masih banyak orang di sekitar kita yang belum bisa membaca, masih banyak di sekeliling kita orang yang mengalami ketidakadilan dan ketidak setaraan. Ikatan pelajar Muhammadiyah dalam sebuah refleksi...........

Pengarus utamaan gender itu adalah sebuah solusi dalam memecah kebisuan untuk menggapai keadilan dan kesetaraan untuk perempuan, kita ketahui bersama bahwa keterlibatan kader perempuan di ikatan pelajar muhammadiyah masih sangat lemah, kader perempuan jarang sekali di posisi strategis. secara kuantitas kader perempuan di Ikatan pelajar muhammadiyah luar biasa tapi secara kualitas kader perempuan masih termarginalkan. arena konpiwil membuktikan keterlibatan kader perempuan di arena forum konpiwil

Senin, 16 November 2009

Artikel Bidang Ipmawati memahami gender dalam islam

Memahami Relasi Gender dalam Islam*

Sejumlah kajian mengenai gender dalam Islam menyimpulkan bahwa untuk memahami ajaran Islam tentang relasi gender harus dimulai dari pemahaman tentang tauhid. Artinya, konsep Islam tentang relasi gender berangkat dari konsep tauhid. Tauhid merupakan inti ajaran Islam. Tauhid mengajarkan kepada manusia bagaimana berketuhanan yang benar selanjutnya menuntun manusia bagaimana berkemanusiaan yang benar. Islam adalah agama yang menyeimbangkan hubungan vertical manusia dengan tuhan dan hubungan manusia dengan sesamanya yang sering diungkapkan dengan terminology hablun minallah wa hablun minannas.

Aspek vertical merupakan ajaran Islam yang berisi seperangkat kewajiban manusia kepada tuhan, sementara aspek horizontal berisi seperangkat tuntunan yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan juga hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Sayangnya, aspek horizontal ini tidak terealisasikan dengan baik dalam kehidupan manusia, khususnya dalam interaksi dalam sesamanya. Akibatnya dimensi kemanusiaan yang merupakan refleksi aspek horizontal Islam kurang mendapat perhatian dikalangan umat Islam. Kondisi ini menyebabkan penampilan wajah Islam terlihat sangar dan tidak humanis dalam kehidupan publik. Semua bentuk hubungan baik manusia dengan tuhan atau ibadah kepada tuhan hanya bermakna apabila memberikan kemanfaatan terhadap sesama manusia, bahkan juga sesama mahkluk. Jadi, ukuran bermaknanya suatu ibadah paling tidak adalah sejauh mana memberikan maanfaat bagi kemanusiaan.

Berkaitan dengan tauhid, ada baiknya dikemukakan pandangan Fazlur Rahman bahwa ajaran Al-quran yang paling mendasar adalah doktrin tauhid (monoteisme). Tanpa memahami ajaran dasar ini manusia tidak akan pernah berlaku adil kepada Al-quran dan Islam. Pemahaman tauhid memiliki nilai fungsional yang praktis dalam pembentukan moralitas bagi sikap dan tindakan umat manusia.

Tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad SAW sejak awal sudah terkait dengan humanisme dan rasa keadilan. Karena itu, tauhid hanya akan bermakna di mata Al-quran jika ia menghasilkan konsekuensi moral mengenai kesamaan umat manusia. Untuk itu, perlu transformasi interpretasi agama dan teologi penindasan menuju teologi pembebasan sejati. Secara religius, proses pembebasan kaum perempuan dari struktur penindasan dan kekerasan jelas bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi harus segera dilakukan.
Tauhid atau paham kemahaesaan tuhan mengajarkan bahwa tiada Tuhan Selain Allah dan hanya Allah pencipta alam semesta. Seluruh manusia, bahkan seluruh mahkluk hidup yang ada berasal dari sumber yang satu, yaitu Allah SWT. Prinsip tauhid mengajarkan bahwa semua manusia adalah mahkluk ciptaan Allah Swt karena itu, semua manusia sama kedudukannya di hadapan Allah Swt. Dengan demikian, ajaran tauhid membawa kepada ajaran persamaan antarmanusia, kalau manusia semua itu sama, sudah tentu perempuan dan laki-laki pun sama. Satu-satunya unsur yang membawa perbedaan atau yang memungkinkan seseoarang manusia lebih tinggi atau lebih rendah derajatnya dari manusia lainnya adalah nilai pengabdian dan prestasi taqwanya kepada Allah Swt (Al-Hujarat, [49]: 13). Dan berbicara tentang taqwa hanya Allah yang berhak memberikan penilaian, manusia tidak bisa intervensi sedikitpun.

Lalu apa yang dimaksud dengan gender? Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep cultural yang di pakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Berbeda dengan sex (jenis kelamin) yang membedakan laki-laki dan perempuan dari segi biologis, gender membedakan laki-laki dan perempuan dari segi non-biologis yaitu dari segi peran-peran social yang dimainkan oelh keduanya. Yang pertama bersifat kodrati dalam diri manusia, sedangkan yang kedua merupakan konstruksi social. Dengan ungkapan lain, gender adalah harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.

Berbicara tentang konsep gender dalam Islam ditemukan sejumlah ayat Al-quran, antara lain Al-Hujarat, [49]: 13, Al-Nisa’ [4]: 1, Al-A’araf, [7]: 189, Al_Zumar [39]: 6, Fatir [35]: 11, dan Al-Mu’min, [40]: 67 menegaskan bahwa dari segi hakekat penciptaan, antara manusia yang satu dengan manusia lainnya tidak ada perbedaan, termasuk di dalamnya antara perempuan dan laki-laki. Karena itu, tidak perlu semacam superioritas suatu golongan, suku, bangsa, ras, atau suatu entitas gender terhadap lainnya. Kesamaan asal mula biologis ini mengindikasikan adanya persamaan antara sesama manusia, termasuk persamaan antara perempuan dan laki-laki. Penjelasan di atas menyimpulkan bahwa Al-quran menegaskan equalitas perempuan dan laki-laki. Senada dengan Al-qur’an, sejumlah hadis Nabi pun menyatakan bahwa sesungguhnya perempuan itu mitra sejajar laki-laki. Dengan demikian, pada hakikatnya manusia itu adalah sama derajatnya, mereka bersaudara dan satu keluarga.

Meskipun scara biologis keduanya: laki-laki dan perempuan berbeda sebagaimana dinyatakan juga dalam Al-quran, namun perbedaan jasmaniah itu tidak sepatutnya di jadikan alasan untuk berlaku diskriminatif terhadap perempuan. Perbedaan jenis kelamin bukan alasan untuk mendiskreditkan perempuan dan mengistimewakan laki-laki. Perbedaan biologis jangan menjadi pijakan untuk menempatkan perempuan pada posisi subordinat dan laki-laki pada posisi superordinat. Perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dan dengan bekal perbedaan itu keduanya di harapkan dapat saling membantu, saling mengasihi dan saling melengkapi satu sama lain. Karena itu, keduanya harus bekerja sama, sehingga terwujud masyarakat yang damai menuju kepada kehidupan abadi di akhirat nanti.

Islam secara tegas menempatkan perempuan setara dengan laki-laki, yakni dalam posisi sebagai manusia, ciptaan sekaligus hamba Allah swt. Dari perspektif penciptaan, Islam mengajarkan bahwa asal penciptaan laki-laki dan perempuan adalah sama, yakni sama-sama dari tanah (saripati tanah), sehingga sangat tidak beralasan memandang perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Pernyataan ini misalnya terdapat dalam Al-quran Al-Mukminun [23]: 12-16, Al-Hajj [22]: 5, dan shad [38]: 71. Dari perspektif amal perbuatan, keduanya di janjikan akan mendapatkan pahala apabila mengerjakan perbuatan yang makruf dan di ancam dengan siksaan jika berbuat yang mungkar (Al-Nisa’ [4]: 25, Al-Nahl [16]: 97, Al-Maidah [5]: 38, Al-Nur : 2, Al-Ahzab [33]: 35-36, Al-An’am [6]: 94, Al-Jatsiyah [45]: 21-22, Yunus [10]: 44, Al-Baqarah [2]: 48, dan Ali Imran [3]: 195. Sebagai manusia, perempuan memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan ibadah sama dengan laki-laki. Perempuan juga diakui memiliki hak dan kewajiban untuk ibadah sama dengan laki-laki. Perempuan juga di akui memiliki hak dan kewajiban untuk meningkatkan kualitas dirinya melalui peningkatan ilmu dan taqwa, serta kewajiban untuk melakukan tugas-tugas kemanusiaan yang dalam islam di sebut amar ma’ruf nahi munkar menuju terciptanya masyarakat yang adil, damai dan sejahtera (baldatun thayyibah warabun ghafur).

Akan tetapi, dalam realitas sosiologis di masyarakat, perempuan seringkali diperlakukan tidak setara dengan laki-laki. Kondisi yang timpang ini muncul karena masyarakat sudah terlalu lama terkungkung oleh nilai-nilai patriakhi dan nilai-nilai bias gender dalam melihat relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Nilai-nilai patriakhi selalu menurut pengakuan masyarakat atas kekuasaan dan segala sesuatu yang berciri laki-laki. Dalam pandangan patriakhi, laki-laki dan perempuan adalah dua jenis mahkluk yang berbeda sehingga keduanya perlu dibuat segregasi ruang ketat; laki-laki menempati ruang publik, sedangkan perempuan di ruang domestik. Posisi perempuan hanyalah merupakan subordinat dari laki-laki.

Karena itu, perlu sekali memberikan wawasan baru yang lebih humanis dan lebih senstitif gender kepada para pemuka agama, laki-laki dan perempuan, sehingga pada gilirannya nanti terbangun kesadaran dikalangan mereka akan perlunya reinterpretasi ajaran agama, khususnya ajaran yang berbicara tentang relasi gender. Tidak ada jalan lain keluar dari kondisi demikian selain melakukan pembongkaran (dekonstruksi) atas seluruh panafsiran agama yang memposisikan perempuan sebagai objek. Selanjutnya, akan terbangun penafsiran yang menenmpatkan perempuan sebagai manusia yang utuh, sebagai subjek yang otonom yang memiliki kebebasan memilih (freedom of choice) atas dasar hak-haknya yang sama dengan laki-laki.


*Ahmad Sarkawi : Sekretaris Bidang Ipmawati PP IPM
Sumber :
1. Modul Pendidikan Adil Gender Untuk Perempuan Marginal. Lily Pulu, dkk. KAPAL PEREMPUAN. 2006
2. Islam Menggugat Poligami. Siti Musdah Mulai. Gramedia Pustaka Utama. 2004
3. Wacana Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah. Majelis Tarjih & Pengembangan Pemikiran Islam dan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jakarta. 2005
4. Modul Pelatihan Advokasi anggaran berbasis kinerja Resposif Gender. Eva K. sundari Dkk. PATTIRO. 2006

Rubrik Info Bidang Ipmawati training kapal perempuan

KESEMPATAN TRAINING KAPAL PEREMPUAN “Mari Mengembangkan Pendidikan Adil Gender untuk Perempuan Marginal”!!!


KAPAL Perempuan membuka kesempatan bagi semua pihak untuk mengikuti training: “Pendidikan Adil Gender untuk Perempuan Marjinal dan Penerapannya di Komunitas". Training ini diutamakan bagi mereka yang tertarik dan berkomitmen untuk mengembangkan Pendidikan Adil Gender (PAG) bagi perempuan marginal di komunitas, baik di komunitasnya sendiri maupun di komunitas KAPAL Perempuan.



Metodologi yang digunakan dalam training adalah aksi-refleksi sehingga selama proses peserta akan diajak untuk memperdalam teori, praktek lapangan, dan merefleksikan kegiatan yang sudah dilakukan di komunitas. Demikian terus berulang menjadi semacam siklus dan dilakukan selama 6 bulan dalam setiap periode. Periode saat ini adalah Januari-Juni 2010.



Gagasan training ini adalah KAPAL Perempuan ingin berbagi pengalaman dalam mengembangkan pendidikan untuk perempuan marginal yang sudah dilakukan sejak tahun 2003 di Klender dan Kampung Jati. Secara konseptual, PAG mengintegrasikan pengembangan pemikiran kritis, kepemimpinan, dan keahlian hidup perempuan. Ketiga hal tersebut merupakan pendorong bagi perempuan untuk melakukan analisis terhadap permasalahan dirinya maupun komunitasnya. Analisis tersebut dipakai sebagai dasar untuk melakukan aksi. Selanjutnya hasil aksi ini dianalisis kembali untuk melahirkan aksi-aksi baru yang lebih transformatif. Demikian seterusnya, aksi dan refleksi dilakukan sampai masyarakat yang berkeadilan sosial dan berkeadilan gender tercapai.



Hasil pendidikan ini telah memampukan perempuan bersikap kritis, mendorong partisipasi dan kepemimpinannya di ruang publik, serta meningkatnya keahlian hidup mereka. Inilah yang menjadi dasar pentingnya PAG di komunitas terus dikembangkan dan melibatkan banyak pihak.



Bagi anda yang berminat, dapat mengirimkan surat pengajuan mengikuti training dan memberikan pernyataan untuk berkomitmen selama 6 bulan untuk mengembangkan PAG di komunitas serta CV (Biodata Pribadi). Surat pengajuan dan CV ditujukan pada Direktur KAPAL Perempuan dan dapat dikirim melalui post, fax, dan email:

· Alamat surat : Jalan Kalibata Utara No. 18 Jakarta Selatan, 12740

· Alamat email : office@kapalperempuan.org; kapalperempuan@indo.net.id

· Telp/fax : 021-7988875


Surat paling lambat dikirim dan sudah kami terima pada 1 Desember 2009.

Agenda Bidang Ipmawati diskusi 13 Nopember 2009

Diskusi bersama angkatan muda muhammadiyah “feminisme dalam angkatan muda muhammadiyah solusi atau persoalaan?”


Prolog

Dimulai beberapa tahun yang lalu, tepatnya 1980an. Feminisme sebagai wacana dan aksi politik mulai masuk dalam pembendaharaan dunia akademisi dan aktivitas “akar rumput” di Indonesia. Namun baru tahun-tahun terakhir ini khususnya sejak reformasi berjalan, isu-isu perempuan, gender dan feminisme semakain marak dalam dunia social-politik dan kemasyarakatan kita, berbagai seminar, lokakarya dan diskusi digelar, banyaknya kampanye dan pendidikan dijalankan, dan bermacam publikasi, baik cetak maupun elektronik ikut meramaikannya tentu saja semua aktivitas ini akan semakin memperkaya dan mendinamisasi kehidupan dan kualitas kita sebagai suatu bangsa. Di sana ada dialog, debat dan pertukaran ide dan seterusnya. Ini semua yang akan ikut menggerakkan bangsa kita ini menjadi lebih maju, terdidik dan berbudaya.

Lintasan sejarah dalam muhammadiyah akar feminisme muncul di tahun 1917, jauh sebelum ‘Aisyiyah didirikan waktu itu masih benama sopo tresno berarti siapa suka. Ada tiga hal penting yang mereka lakukan dalam pemberdayaan perempuan.membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumah tangga, memberi beragam bekal keterampilan bagi kauam perempuan. Dan memberikan akses kepada kaum perempuan. Ketiga hal tersebut sudah dilakukan pada masa sejarah sopo tresno kemudian pertanyaan kritis untuk kita semua adalah apakah melakukan pemberdayaan perempuan adalah ‘Aisiyayah atau Nasyiaatul ‘Aisyiyah saja sebagai komunitas perempuan atau semua Ortom Muhammadiyah harus ikut melakukan pemberdayaan perempuan.

Alur sejarah telah mengantarkan kita dalam ruang intelektual yang dinamis dan berkembang sesuai dengan realiatas social hari ini, maka kemudian bidang Ipmawati pimpinan pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah mengajak kita untuk berbincang bersama khususnya dikalangan angkatan muda muhammadiyah. Menelaah kembali dalam ruang diskusi apakah feminisme dalam angkatan muda muhammadiyah solusi atau persoalan?

Tujuan :

  1. Untuk melihat apakah feminisme dikalangan angkatan muhammadiyah, sebagai solusi atau persoalan.
  2. untuk melihat sejauh mana keterlibatan angkatan muda muhammadiyah dalam merespon isu – isu ketidakadilan gender.

Tema :

“Feminisme dalam angkatan muda muhammadiyah solusi atau persoalan?”

Waktu dan tempat :

Hari dan tanggal : jum’at 13 Nopember 2009

Pukul : 14.00 – 16.00 WIB

Tempat : Gedung Dakwah Muhammadiyah jalan menteng raya no 62

Jakarta Pusat

Peserta :

Peserta diskusi ini adalah pengurus pimpinana pusat ikatan pelajar muhammadiyah dan angkatan muda muhammadiyah.

Hasil yang diharapkan :

Hasil yang diharapkan adalah membangun kekuatan bersama dalam menyikapi isu – isu ketidakadilan gender jika itu solusi, tapi jika persoalan maka tujuan yang diharapkan adalah membuat ruang diskusi yang lebih intensif dalam berperspektif feminisme.

Penutup :

Demikian TOR diskusi ini semoga dapat menjadi arahan diskusi bersama ini.

Artikel Bidang Ipmawati menjelang konpiwil mataram

selayang pandang bidang Ipmawati PP IPM menjelang konfiwil

Bidang Ipmawati hadir dalam struktur pimpinan pusat ikatan pelajar muhammadiyah periode 2008 – 2010, hadir dalam perdebatan yang panjang dalam arena muktamar ikatan remaja muhammadiyah ke XVI. Perdebatan panjangpun usai tanpa ada keleluasaan bidang ipmawati untuk menentukan pilihan, usai bukan karena proses dialog atau diskusi namun usai karena kepentingan pemilihan orang penting dalam ikatan mengalah substansi yang ingin dicapai oleh bidang ipmawati dalam dialektika sejarah muktamar ikatan remaja muhammadiyah ke XVI.

Mengalir bersama sungai ikatan bidang ipmawatipun berusaha untuk berbenah diri, menyusun artepak-artepak sejarah yang mengukir bidang ipmawati. Bidang ipmawati mengajak kita berfikir kembali atau merefleksi perjalanan Ikatan hari ini, hadirnya bidang ipmawati bukan untuk pengelompokan kader ipmawati sehingga terbatas pergerakannya tetapi bidang ipmawati mencoba untuk menfasilitasi kita bersama untuk belajar bekerjasama antara laki-laki dan perempuan. Permberdayaan perempuan tidak akan bisa dilakukan oleh perempuan sendiri namun harus ada kerja bersama semua pengurus dan bidang yang ada dalam ikatan pelajar muhammadiyah, sederhananya adalah semua personal dan bidang mempunyai perspektif pemberdayaan perempuan.

Gerakan sadar gender yang pernah melintas di langit ikatan remaja muhamamdiyah pada tahun 1998 sampai tahun 2001 kemudian diterjemahkan dengan lembaga ALIFAH hanya sedikit yang membekas dalam paradigma kader hari ini, gender atau pemberdayaan perempuan di anggap sesuatu yang baru padahal itu ada dalam dokumen usang yang tersimpan dalam dokumen ikatan kita, atau dokumen itu sudah terbakar oleh masa, atau habis dimakan rayap sehingga kita tidak sempat membacanya untuk belajar kembali tentang apa yang pernah ikatan kita perbuat dalam pergulatan sejarah.

ini seperti api kemarahan bidang ipmawati namun sebenarnya ini ungkapan rasionalitas dalam dialektika hari ini yang mesti kita baca bersama, semoga dalam arena konferensi kita bukan hanya sebatas ajang bersenggama saja namun bagaimana konfrensi ini mampu memetakan paradigm kader kita. Perajalanan pengurus ipmawatipun sangat dinamis, bidang ini sangat menghargai potensi dan bagaimana berupaya untuk adanya capacity building pengurus bidang ipmawati.